Kisah Tukang Jahit, Kaki Bergoyang Duit Datang

 Penulis: Esah Safitri Yanti



Pontianak – Di jalan Ampera, ada seorang penjahit terampil yang tidak hanya mengukir prestasi melalui jarum dan benangnya, tetapi juga menyinari kehidupan sekitarnya. Namanya adalah Bu Fitriyana (48). Pengalaman Bu Fitriyana dalam dunia menjahit membuatnya dapat menghasilkan uang. 

Beliau memulai perjalanan ini sejak umurnya 19 tahun, ia sudah mengikuti kursus menjahit mulai dari yang dasar hingga yang mahir. Terhitung sudah lebih dari 20 tahun beliau menjadi penjahit. Bahkan di KTP pun perkerjaannya tertulis sebagai penjahit. 

Meskipun usianya tak lagi muda, semangatnya dalam berkreasi dengan jarum dan benang tak pernah pudar. Pada masa lalu, Bu Fitriyana gagal kuliah lalu ia mengikuti kursus menjahit. Sebelumnya Bu Fitriyana memiliki hobi makeup, lalu ia belajar makeup sehingga ia juga pandai merias. 

“Diawal menjahit itu bukan hobi saya, sekarang menjahit itu adalah profesi saya, karena sudah menghasilkan uang ujung-ujungnya menjadi perkerjaan bukan sekedar hobi-hobi” kata ibu paruh baya itu. 

Beliau memotong dan menjahit sendiri. Dalam 2-3 hari, beliau dapat menyelesaikan satu potong pakaian, sambil menjalankan pekerjaan rumah. Dedikasi dan semangatnya untuk seni menjahit tetap tak tergoyangkan. Diawal Bu Fitriyana pernah menggunakan mesin jahit engkol karena lama tapi menurutnya untuk kesehatan bagusnya menggunakan mesin jahit engkol. Tapi ia sudah tidak kuat lagi karena lama dan faktor usia. Sehingga sekarang ia menggunakan mesin jahit dinamo yang lebih cepat. 

Ongkos jahit Bu Fitririyana dimulai dari 200 ribu untuk satu set baju (atasan dan bawahan). Beliau bisa menjahit pakaian wanita dewasa, anak-anak, pria dan kemeja. Selain itu, Bu Fitriyani bisa juga permak. Jika melihat kualitas jahitan dan ketelitian dalam setiap detail, biayanya sangat sebanding. Pendapatan Bu Fitriyana tidak punya nilai pasti, setiap hari terkadang tidak ada uang masuk. 

Orang Pontianak biasanya kalau menjahit membawa bahannya sendiri, lalu Bu Fitriyana hanya menerima ongkos jahit. Kalau ditanya soal kesulitan itu banyak, salah satu kesulitan beliau adalah harus membeli barang seperti benang ke pasar jika sudah habis, jadi harus ada simpanan stok. Jika kerugian, beliau mengatakan kerugiannya sekecil mungkin. 

“Setiap kerjaan itu pasti ada kesulitan, sudah tua ini tidak mau mempersulit hidup, santai-santai saja” kata Ibu paruh baya itu. 

Karena tempat jahit Bu Fitriyana didekat kampus IKIP PGRI Pontianak, banyak mahasiswa yang menggunakan jasa Bu Fitriyana, mulai dari menjahit baju batik dan permak pakaian. Ibu Fitriyana buka setiap hari, kalau sudah mengantuk beliau istirahat dan tutup. 

Kisah Bu Fitriyana adalah inspirasi yang hidup mengajarkan kita untuk semangat meskipun tak lagi muda dan mencintai pekerjaan. Jadi, bagi yang disekitaran Jalan Ampera ingatlah bahwa di sana tinggal seorang penjahit terampil dengan semangat luar biasa. Beliau adalah bukti hidup bahwa semangat dalam hati juga dapat tercermin dalam karya seni yang indah.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUJAN MENGHAMBAT MAHASISWA IKIP PGRI PONTIANAK

Jajanan Eksis di Taman Akcaya

Keluh Kesah Menjadi Seorang Barista, Pekerjaan Yang Memuaskan Tetapi Penuh Tantangan.